menu
logo mobile
sound
Yupiland Store Meet Your Heroes Collaborations Yupi Diary What's Happening Our Story Cool Pics Here Say Hi! FAQ It's Game Time Terms & Condition
Did you know ?

12 Dongeng Pendek Anak yang Mendidik dan Penuh Pesan Moral!

Dongeng bukan hanya sekadar hiburan sebelum tidur, tetapi juga menjadi sarana pembelajaran yang menyenangkan bagi anak-anak. Melalui dongeng, mereka bisa memahami berbagai nilai moral, seperti kejujuran, keberanian, kerja keras, dan kepedulian terhadap sesama. Kisah-kisah ini dapat membantu membentuk karakter anak sejak dini.

Selain itu, membaca dongeng bersama juga dapat mempererat hubungan antara orang tua dan anak. Aktivitas ini membantu mengembangkan keterampilan mendengarkan, memperkaya kosakata, serta merangsang daya imajinasi anak. Oleh karena itu, dongeng memiliki peran penting dalam mendukung perkembangan anak secara emosional dan intelektual.

Tidak hanya untuk anak usia dini, dongeng juga cocok bagi anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah dasar. Banyak cerita rakyat dan dongeng klasik yang mengandung pelajaran hidup berharga, disampaikan dalam bahasa yang ringan dan mudah dipahami.

Kali ini, Yumin telah mengumpulkan 12 dongeng pendek yang tidak hanya menarik untuk dibaca, tetapi juga memiliki pesan moral yang bisa dijadikan pembelajaran bagi anak-anak. Berikut kisah-kisahnya!

1. Si Kancil dan Kura-Kura

Di sebuah hutan yang rimbun, hiduplah berbagai hewan, termasuk Kancil yang dikenal cerdik dan Kura-Kura yang sabar serta tekun. Kancil yang lincah sering kali mengejek Kura-Kura karena langkahnya yang lambat.

“Hidupmu pasti membosankan, Kura-Kura. Kau berjalan begitu pelan!” kata Kancil dengan nada mengejek.

Meski sering diejek, Kura-Kura tetap tenang. Namun, suatu hari, ia ingin memberi pelajaran kepada Kancil agar tidak lagi meremehkan hewan lain. “Kancil, bagaimana kalau kita mengadakan lomba lari? Kita lihat siapa yang lebih unggul,” tantang Kura-Kura.

Kancil tertawa terbahak-bahak mendengar tantangan itu. “Kau bercanda? Aku menerima tantanganmu! Aku pasti menang dengan mudah!” jawabnya.

Pada hari perlombaan, semua hewan hutan berkumpul untuk menyaksikan. Begitu perlombaan dimulai, Kancil berlari dengan cepat, meninggalkan Kura-Kura jauh di belakang. Karena merasa yakin menang, Kancil memutuskan untuk beristirahat di bawah pohon.

Namun, Kancil tertidur terlalu lama. Sementara itu, Kura-Kura yang terus berjalan tanpa henti akhirnya mendekati garis finis. Saat Kancil terbangun dan melihat Kura-Kura hampir sampai, ia berusaha mengejar, tetapi sudah terlambat. Kura-Kura telah memenangkan perlombaan.

Kancil merasa malu dan menyadari kesalahannya. Sejak itu, ia belajar bahwa meremehkan orang lain bukanlah sikap yang baik.

Pesan moral: Ketekunan dan kerja keras lebih berharga dibanding sekadar kecepatan dan kepercayaan diri yang berlebihan.

2. Si Kancil dan Buaya

Seekor Kancil yang cerdik sedang berjalan di hutan dan merasa lapar. Ia melihat ladang timun yang subur di seberang sungai, tetapi sungai itu dipenuhi buaya ganas.

Kancil berpikir cepat dan mendekati para buaya. “Hai Buaya, aku diutus Raja Hutan untuk menghitung jumlah kalian karena akan ada pesta besar,” kata Kancil dengan percaya diri.

Buaya-buaya yang penasaran setuju dan berbaris di sepanjang sungai. Kancil kemudian melompat di atas punggung mereka satu per satu, pura-pura menghitung. Setelah mencapai seberang, ia tertawa, “Terima kasih, Buaya-buaya! Kini aku bisa menikmati timun ini.”

Buaya pun sadar bahwa mereka telah ditipu, tetapi sudah terlambat.

Pesan moral: Kecerdikan bisa membantu kita keluar dari masalah, tetapi harus digunakan dengan bijak agar tidak merugikan orang lain.

Baca Juga: 8 Cerita Si Kancil yang Lucu, Inspiratif, dan Penuh Hikmah

3. Anak Gembala dan Serigala

Seorang anak gembala yang bertugas menjaga domba sering merasa bosan. Untuk mengusir kebosanannya, ia memutuskan untuk bermain-main dengan warga desa.

Ia berteriak, “Tolong! Ada serigala yang ingin memangsa domba-dombaku!”

Warga desa segera datang berlari untuk membantu, tetapi mereka mendapati bahwa anak gembala hanya bercanda. Ia tertawa puas karena berhasil mengerjai mereka.

Tak hanya sekali, ia mengulangi perbuatan itu beberapa kali, hingga akhirnya warga desa tidak lagi mempercayainya.

Suatu hari, benar-benar datang serigala yang ingin menyerang domba-dombanya. Anak gembala berteriak meminta pertolongan, tetapi kali ini, tak ada yang datang. Warga desa mengira ia sedang berbohong lagi.

Serigala pun menyerang dan anak gembala hanya bisa menyesali perbuatannya.

Pesan moral: Kejujuran sangat penting. Jika seseorang sering berbohong, maka orang lain tidak akan mempercayainya lagi, bahkan ketika ia benar-benar membutuhkan bantuan.

4. Batu Menangis

Di sebuah desa terpencil, hiduplah seorang janda tua bersama putrinya yang cantik bernama Darmi. Mereka tinggal di sebuah gubuk di pinggir desa. Meskipun memiliki kecantikan yang mempesona, Darmi memiliki sifat yang buruk. Ia enggan membantu ibunya dan hanya mementingkan penampilannya sendiri.

Ibunya yang sudah tua bekerja keras setiap hari untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun, Darmi sering memperlakukan ibunya dengan buruk, bahkan menganggapnya sebagai pembantu. Ketika ditanya oleh orang lain, Darmi dengan sombong menyebut ibunya sebagai budaknya. Perkataan tersebut melukai hati sang ibu.

Suatu hari, Darmi dan ibunya pergi ke desa. Di sepanjang perjalanan, Darmi terus menghina dan mempermalukan ibunya. Hingga akhirnya, sang ibu tak tahan lagi dan berdoa sambil menangis, memohon kepada Tuhan agar memberikan pelajaran kepada anaknya yang durhaka. Seketika, langit menjadi mendung, hujan deras turun, dan tubuh Darmi perlahan berubah menjadi batu.

Darmi menangis dan memohon ampun, tetapi semuanya sudah terlambat. Ia telah berubah menjadi batu yang terus-menerus mengeluarkan air mata. Kini, batu tersebut dikenal sebagai Batu Menangis.

Pesan moral: Cerita ini mengajarkan pentingnya menghormati dan berbakti kepada orang tua. Orang tua selalu berusaha memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, sehingga kita harus mencintai dan menghormati mereka dengan sepenuh hati.

5. Gajah dan Semut

Di tengah hutan yang lebat, hiduplah seekor gajah besar yang sombong. Dengan tubuhnya yang kuat dan besar, ia merasa lebih hebat dibandingkan hewan lain dan sering mengganggu makhluk yang lebih kecil darinya.

Suatu hari, saat berjalan-jalan, gajah melihat sekumpulan semut yang sedang sibuk mengangkut makanan. Ia tertawa dan mengejek, "Apa yang bisa kalian lakukan dengan tubuh sekecil itu? Kalian tidak ada artinya dibandingkan aku!"

Semut-semut tetap tenang, tetapi mereka merasa terganggu dengan sikap gajah yang arogan. Salah satu semut berkata kepada teman-temannya, "Kita harus memberinya pelajaran agar ia tidak lagi meremehkan kita."

Beberapa hari kemudian, ketika gajah sedang tertidur di bawah pohon besar, seekor semut kecil dengan berani mendekat dan merayap ke dalam belalai gajah. Begitu masuk, ia mulai menggigit bagian dalam belalai, menyebabkan rasa gatal dan sakit yang luar biasa.

Gajah terbangun dan mulai menggelengkan kepalanya dengan panik. Ia mencoba mengusir semut dari belalainya, tetapi tidak berhasil. "Tolong, semut kecil! Aku berjanji tidak akan pernah mengganggu kalian lagi!" teriak gajah dengan putus asa.

Setelah mendengar permohonan maaf gajah, semut akhirnya keluar dari belalai gajah. Sejak hari itu, gajah belajar untuk menghormati makhluk yang lebih kecil dan tidak pernah lagi bersikap sombong.

Pesan moral: Jangan pernah meremehkan siapapun, sekecil apapun mereka. Setiap makhluk memiliki kekuatan dan peran penting dalam kehidupan. Kesombongan hanya akan membawa kesulitan bagi diri sendiri.

6. Tikus dan Singa

Di suatu hari yang panas di tengah hutan, seekor singa tengah beristirahat di bawah pohon rindang. Ia tertidur lelap setelah berburu sepanjang pagi. Tiba-tiba, seekor tikus kecil yang jahil melihat singa tersebut dan berpikir untuk bermain-main dengannya.

Tanpa berpikir panjang, tikus itu berlari di atas tubuh singa, melompat-lompat di sekitar perutnya. Singa yang terganggu langsung terbangun dengan marah dan menangkap tikus kecil itu dengan cakarnya yang besar.

"Berani sekali kau menggangguku!" geram singa. "Sekarang kau akan menjadi makan siangku!"

Tikus kecil yang ketakutan segera memohon, "Tolong jangan makan aku, Tuan Singa! Jika kau membebaskanku, suatu hari nanti aku akan membalas kebaikanmu."

Singa tertawa mendengar perkataan tikus. "Bagaimana mungkin makhluk sekecilmu bisa menolongku?" Namun, hatinya luluh melihat tikus yang begitu ketakutan. Akhirnya, ia melepaskan tikus tersebut.

Beberapa hari kemudian, saat berjalan-jalan di hutan, singa terjebak dalam perangkap pemburu. Jaring yang kuat membelit tubuhnya, membuatnya tidak bisa bergerak. Ia mengaum keras meminta pertolongan, tetapi tidak ada hewan lain yang berani mendekat.

Tikus yang mendengar suara singa segera datang. Dengan giginya yang tajam, ia mulai menggigit jaring perangkap hingga perlahan-lahan terputus. Setelah beberapa saat, singa akhirnya bisa terbebas dari jebakan.

"Terima kasih, Tikus kecil," kata singa dengan tulus. "Aku tidak menyangka kau benar-benar bisa menolongku."

Tikus tersenyum, "Bukankah aku sudah berjanji untuk membalas kebaikanmu? Kini kita adalah sahabat."

Sejak hari itu, singa dan tikus menjadi sahabat baik. Mereka belajar bahwa kebaikan dan kasih sayang dapat datang dari siapa saja, tidak peduli seberapa besar atau kecilnya mereka.

Pesan moral: Dari dongeng tikus dan singa tersebut, kita dapat mengambil pelajaran kebaikan yang tulus akan selalu mendatangkan balasan yang baik. Jangan pernah meremehkan seseorang berdasarkan ukurannya, karena setiap makhluk memiliki kelebihan dan dapat saling membantu.

7. Dua Gadis dan Ibu Kucing

Di sebuah desa kecil, hiduplah dua saudari bernama Sulung dan Bungsu yang terkenal akan kecantikan mereka. Namun, ada satu rahasia yang mereka sembunyikan dari semua orang, yaitu ibu mereka adalah seekor kucing. Meski demikian, mereka tetap hidup bersama sang ibu tanpa masalah.

Suatu hari, dua pemuda datang untuk melamar Sulung dan Bungsu. Mereka merasa sangat bangga dan ingin segera menikah. Namun, sebelum menerima lamaran tersebut, mereka meminta para pemuda itu untuk meminta restu dari ibu mereka. Saat ibu mereka muncul, betapa terkejutnya kedua pemuda itu saat mengetahui bahwa ibu dari Sulung dan Bungsu ternyata seekor kucing.

Para pemuda tersebut tidak dapat menerima kenyataan itu dan memutuskan untuk membatalkan lamaran mereka. Merasa malu dan kecewa, Sulung dan Bungsu mulai meragukan ibu mereka sendiri. Mereka merasa tidak layak memiliki ibu seperti itu dan bertekad mencari sosok ibu yang mereka anggap lebih pantas.

Mereka pun pergi mencari pengganti ibu mereka. Pertama, mereka bertanya kepada Matahari, namun Matahari menolak dengan alasan ia tak selalu bersinar karena bisa tertutup awan. Mereka lalu mencari Awan, tetapi Awan pun menolak karena bisa dengan mudah terbawa angin. Kemudian, mereka menemui Gunung, berharap ia bisa menjadi ibu mereka. Namun, Gunung pun menolak karena tubuhnya yang kokoh tetap dapat dilubangi oleh tikus.

Akhirnya, mereka mencari Tikus dengan harapan bahwa makhluk itu bisa menjadi ibu mereka. Namun, Tikus pun menolak dengan alasan bahwa dirinya bisa dengan mudah ditaklukkan oleh seekor kucing. Sulung dan Bungsu akhirnya tersadar bahwa ibu mereka, meskipun seekor kucing, adalah makhluk yang hebat dan pantas mereka hormati.

Dengan hati penuh penyesalan, mereka kembali ke rumah dan memohon maaf kepada ibu mereka. Sejak saat itu, mereka belajar untuk menerima dan menghormati ibu mereka dengan penuh kasih sayang.

Pesan moral: Cinta dan penghormatan kepada orang tua adalah hal yang utama, tanpa memandang siapa mereka. Orang tua telah berjuang dan berkorban untuk anak-anaknya, sehingga sudah sepantasnya mereka mendapatkan penghargaan dan kasih sayang tanpa syarat.

8. Gajah yang Pelupa

Di sebuah hutan yang rimbun dan hijau, hiduplah seekor gajah muda bernama Bima. Bima dikenal sebagai gajah yang penuh semangat dan baik hati, tetapi ada satu hal yang menjadi kelemahannya adalah dia sangat pelupa. Sering kali, saat sedang bermain atau mencari makan bersama teman-temannya, ia lupa jalan pulang dan tersesat.

Suatu hari, Bima berjalan-jalan lebih jauh dari biasanya, tertarik oleh aroma buah yang lezat. Setelah puas makan, ia menyadari bahwa ia tidak tahu harus ke mana untuk kembali ke rumahnya. Ia berkeliling hutan, tetapi semakin ia berjalan, semakin ia tersesat. Bima pun merasa putus asa dan duduk di bawah pohon besar dengan wajah sedih.

Saat itulah, seekor kura-kura tua yang bijaksana mendekatinya. "Kenapa kau terlihat begitu murung, Bima?" tanya kura-kura dengan lembut.

Bima menghela napas dan berkata, "Aku selalu lupa jalan pulang. Aku selalu tersesat, dan aku merasa tidak berguna."

Kura-kura tersenyum dan berkata, "Bima, tidak apa-apa jika kamu sering lupa. Semua makhluk punya kelemahan, tetapi bukan berarti kamu tidak bisa belajar. Mulai sekarang, cobalah mengingat tempat-tempat yang kamu lewati dengan baik. Lihat tanda-tanda di sekelilingmu, seperti pohon besar ini atau sungai kecil yang mengalir. Dengan begitu, kamu tidak akan tersesat lagi."

Bima mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia menyadari bahwa kepelupaannya bukanlah sesuatu yang harus disesali, tetapi bisa menjadi pelajaran untuk lebih berhati-hati dan lebih teliti.

Sejak hari itu, Bima mulai berlatih mengingat jalannya. Ia memperhatikan setiap pohon, batu, dan sungai yang dilewatinya. Lama-kelamaan, ia menjadi lebih baik dalam mengingat arah, dan tidak lagi sering tersesat.

Pesan moral: Setiap orang memiliki kelemahan, tetapi dengan kesabaran dan usaha, kita bisa belajar dan mengatasi kelemahan tersebut. Jangan mudah menyerah, karena setiap tantangan adalah kesempatan untuk tumbuh menjadi lebih baik.

9. Si Pahit Lidah

Dahulu kala, di sebuah kerajaan bernama Sumidang, hiduplah seorang pangeran bernama Serunting. Ia memiliki ladang yang berbatasan dengan milik adik iparnya, Aria Tebing. Suatu hari, Serunting menyadari sesuatu yang aneh, yaitu cendawan yang tumbuh di dekat ladangnya memiliki perbedaan mencolok. Cendawan yang menghadap ladang Aria Tebing berubah menjadi emas, sementara yang tumbuh di ladangnya sendiri hanya menjadi tanaman hama.

Rasa iri pun tumbuh di hati Serunting. Tidak terima dengan keadaan itu, ia menantang Aria Tebing untuk berduel. Aria Tebing enggan menerima tantangan tersebut karena ia tahu bahwa Serunting memiliki kesaktian yang luar biasa. Namun, karena ingin berjaga-jaga, ia bertanya kepada saudaranya tentang kelemahan Serunting. Dengan informasi itu, Aria Tebing akhirnya mampu mengalahkan Serunting dalam pertarungan.

Kalah dan merasa dikhianati, Serunting memilih untuk bertapa di Gunung Siguntang. Selama dua tahun ia mendalami ilmu dan kesaktian hingga memperoleh kemampuan luar biasa, yaitu setiap kata yang ia ucapkan menjadi kenyataan. Saat memutuskan kembali ke kampung halamannya, Serunting mulai menguji kekuatannya. Dengan satu perkataan, ia bisa mengubah pohon menjadi batu. Kekuatan ini membuatnya semakin dikenal, tetapi juga semakin sombong.

Karena sifatnya yang sering mengutuk orang lain, ia pun mendapat julukan "Si Pahit Lidah." Dalam perjalanannya, ia tiba di Bukit Serut yang gersang. Menyadari kesalahan atas sikapnya yang selama ini hanya mengutuk, ia memilih untuk berbuat baik. Dengan kesaktiannya, ia mengubah bukit gundul itu menjadi hutan yang subur. Penduduk setempat pun merasa sangat berterima kasih karena hutan tersebut menjadi sumber kehidupan mereka.

Lanjut dalam perjalanannya, Serunting tiba di sebuah desa bernama Karang Agung. Di sana, ia bertemu dengan pasangan suami istri tua yang sangat ingin memiliki anak. Dengan rasa haru, Serunting menggunakan kesaktiannya untuk mengabulkan keinginan mereka. Sehelai rambut si nenek diubahnya menjadi seorang bayi. Kebahagiaan terpancar di wajah pasangan tua itu.

Dari pengalaman tersebut, Serunting menyadari bahwa ilmu dan kesaktiannya dapat digunakan untuk kebaikan, bukan sekadar untuk mengutuk orang lain. Sejak saat itu, ia bertekad untuk menolong mereka yang membutuhkan, mengubah kata-katanya dari kutukan menjadi berkah.

Pesan moral: Ilmu dan kekuatan seharusnya digunakan untuk membantu sesama, bukan untuk menyakiti orang lain. Semakin tinggi ilmu seseorang, semakin bijak pula ia dalam menggunakannya untuk kebaikan.

10. Kisah Si Raja Tidur

Di sebuah kerajaan yang damai bernama Tanah Renjang, Raja dan Permaisuri memiliki seorang putri cantik bernama Putri Serindu. Ketika Putri Serindu beranjak dewasa, sang Raja ingin mencarikannya pasangan hidup yang layak. Namun, Putri Serindu memiliki keinginan unik, ia hanya mau menikah dengan seseorang yang benar-benar bisa tidur dengan nyenyak, seseorang yang akan disebut sebagai "Raja Tidur."

Untuk memenuhi keinginan putrinya, Raja mengadakan sayembara bagi para pemuda di seluruh negeri. Siapa pun yang bisa tidur paling nyenyak akan menjadi pemenang dan mendapatkan hati sang Putri. Para peserta pun datang dari berbagai pelosok negeri, termasuk seorang pemuda sederhana bernama Lumang. Ia adalah seorang yatim piatu yang mencari nafkah dengan membuat bubu (alat tangkap ikan dari bambu) dan menjualnya di pasar.

Ketika sayembara dimulai, para peserta segera merebahkan diri dan berusaha tidur secepat mungkin. Namun, Lumang justru tetap sibuk dengan pekerjaannya. Ia menyelesaikan anyaman bubunya terlebih dahulu sebelum akhirnya membiarkan rasa kantuk membawanya ke dalam tidur yang lelap. Pagi harinya, Putri Serindu berkeliling untuk menilai para peserta. Ia terkesima melihat bubu indah yang dibuat oleh Lumang dan menyadari bahwa pemuda itu pasti telah bekerja keras sebelum akhirnya tidur dengan nyenyak.

Putri Serindu yakin bahwa Lumang bukan hanya seorang yang bisa tidur nyenyak, tetapi juga seorang yang rajin dan tekun. Ia pun memilih Lumang sebagai pemenang sayembara dan sang Raja merestui pernikahan mereka. Akhirnya, Putri Serindu dan Lumang menikah dan hidup bahagia, membuktikan bahwa kerja keras dan ketekunan adalah kunci kebahagiaan dan kesuksesan.

Pesan moral: Kesuksesan datang kepada mereka yang tekun dan rajin. Kerja keras dan dedikasi adalah kunci untuk mencapai impian.

11. Angsa dan Telur Emas

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang petani dan istrinya yang sederhana. Mereka bekerja keras setiap hari, tetapi tetap hidup dalam keterbatasan. Suatu hari, mereka menemukan seekor angsa yang berbeda dari angsa biasa. Angsa ini mengeluarkan sebutir telur emas setiap pagi.

Awalnya, mereka sangat bahagia dan bersyukur atas keberuntungan yang mereka dapatkan. Dengan sabar, mereka mengumpulkan telur emas satu per satu hingga kehidupan mereka mulai membaik. Namun, seiring bertambahnya harta, keserakahan mulai tumbuh di hati mereka, terutama sang istri yang ingin menjadi lebih kaya dalam waktu singkat.

Ia mulai berpikir, "Jika angsa ini bisa bertelur emas setiap hari, pasti di dalam tubuhnya ada lebih banyak emas yang bisa langsung kita ambil!"

Tanpa berpikir panjang, mereka memutuskan untuk menyembelih angsa tersebut dengan harapan mendapatkan lebih banyak emas. Namun, ketika mereka membelah tubuh angsa, mereka tidak menemukan apa pun selain organ biasa seperti angsa lainnya. Mereka tidak menemukan emas yang mereka harapkan.

Menyadari kesalahan besar yang telah mereka lakukan, mereka merasa sangat menyesal. Kini, mereka kehilangan sumber kekayaan yang selama ini membuat mereka hidup nyaman. Perlahan, harta yang mereka kumpulkan habis, dan mereka kembali ke kehidupan miskin seperti sebelumnya.

Pesan moral: Keserakahan hanya akan membawa kerugian. Bersyukur dan bersabar dalam menerima rezeki yang datang adalah kunci kebahagiaan dan keberlimpahan yang berkelanjutan.

12. Turti si Kura-kura Pemalu

Di sebuah hutan yang rimbun bernama Hutan Pine, hiduplah seekor kura-kura kecil bernama Turti. Berbeda dengan hewan lain, Turti sangat pemalu. Setiap kali bertemu dengan seseorang, ia selalu menyembunyikan kepalanya ke dalam cangkangnya. Ia hanya merasa nyaman saat sendirian, terutama ketika berenang di danau yang sepi.

Suatu pagi, Turti berjalan menuju danau, berharap bisa berenang tanpa gangguan. Namun, sebelum sampai di tepi air, ia mendengar suara merdu yang membuatnya penasaran. Dari balik semak-semak, ia mengintip dan melihat seekor kucing bernama Kuki sedang bernyanyi sambil memainkan gitar. Kuki adalah penyanyi terkenal di hutan dan sering menghibur Raja Leon.

Tanpa sadar, Turti ikut menyenandungkan lagu yang dinyanyikan Kuki. Suaranya begitu lembut dan indah hingga Kuki berhenti bernyanyi dan menoleh ke sekeliling. “Siapa di sana?” tanyanya curiga.

Turti yang menyadari dirinya ketahuan, langsung bersembunyi lebih dalam ke balik semak-semak. Namun, Kuki melihat cangkangnya dan mendekati tempat persembunyiannya. “Jangan takut, aku tidak akan menggigitmu,” kata Kuki sambil tersenyum. “Suaramu sangat indah. Mau bernyanyi bersamaku?”

Turti ragu. “Aku… aku malu,” katanya pelan.

Kuki mengangguk mengerti. “Semua orang pasti merasa malu pada awalnya. Tapi, jika kau tidak mencoba, kau tidak akan tahu betapa hebatnya dirimu.”

Turti masih ragu, tetapi akhirnya ia memberanikan diri untuk keluar dari cangkangnya. “Benarkah aku bisa bernyanyi di depan banyak orang?” tanyanya.

“Tentu saja! Bahkan Raja Leon meminta aku mencari teman duet. Jika kau mau, kita bisa berlatih bersama,” ujar Kuki.

Mendengar itu, Turti mulai merasa percaya diri. Ia pun setuju untuk berlatih bersama Kuki. Hari itu menjadi awal perubahan besar bagi Turti. Dari seekor kura-kura pemalu, ia akhirnya berani tampil di depan banyak hewan dan bernyanyi bersama Kuki. Mereka pun menjadi penyanyi terkenal di Hutan Pine, membuktikan bahwa keberanian dapat membuka banyak peluang baru.

Pesan moral: Rasa malu dan takut bisa menghalangi potensi kita. Dengan keberanian dan dukungan dari teman, kita bisa mengatasi ketakutan dan menemukan bakat terpendam yang luar biasa.

Baca Juga: Cerita Kelinci dan Kura-Kura, Dongeng Anak Sarat Pesan Moral

Itulah beberapa dongeng pendek anak yang mendidik dan penuh akan pesan moral yang berharga bagi mereka. Selain dongeng pendek tersebut, Yupimin juga punya berbagai dongeng lainnya seperti dongeng sebelum tidur, dongeng cerita rakyat, dongeng bahasa Inggris dan masih banyak lagi di artikel lainnya.

Jadi, dari beberapa dongeng pendek tersebut, mana yang paling menarik untuk Yupiers?

Home Our Story Events Games Profile